Rabu, 02 April 2008

pilihan (bagian 3)

========== !!! ==========

baca part 2 di sini

========== !!! ==========

judul : pilihan
pengarang : VAP
tipe : cerbung

========== !!! ==========

Tali... Silet... Racun Serangga...
Silet... Pisau tipis tajam... Berbahaya...
Kali itu aku memegang cutter. Dan seperti biasa bercanda tertawa bersama teman-teman sambil memotong sterofom untuk mading graha Kenanga. Dan cutter itu mengiris mulus punggung jari telunjuk kiriku. Cukup dalam untuk mengalirkan darah pekat tak berhenti. Dan aku terpesona melihatnya. Menyadari sakit yang datang terlambat menyusul darah yang mengalir. Semua gadis itu terpekik kaget dan panik. Sementara aku bagai dalam gerakan lambat menikmatinya. Tersenyum melihat kepanikan di tiap wajah, tersenyum melihat darah yang makin lancar mengalir, tersenyum menyadari sakit yang menjalar ke ulu hati.

Sakit karena pembuluh darah terputus itu tak hanya di tempat yang terluka. Sakitnya sampai ke dada, dan ditimpali ketakutan serta kepanikan akan darah yang mengalir. Tapi ketika itu, hanya sesaat takut dan panik di otak ku. Kemudian otak ku bisa merekam jelas rasa sakit yang ada. Menganalisisnya dan menyadari bahwa silet mengiris jari ternyata tak begitu sakit. Hanya terasa menyentak ringan di tiap denyutan nadi.

Dia menyadari nya...
Orang yang biasa kami panggil Pamong, yang sebenarnya telah berusia 2 kali usia aku, dan terlihat begitu dewasa, menyadari kehampaan ini. Terlihat begitu mengerti aku. Dalam senyum teduh nya, dalam tatap tulusnya. Tanpa tawa, tanpa olok, tanpa ejekan. Tak pernah balas menanggapi becandaan ku dengan canda, tapi langsung mengungkap pasti makna yang tersirat.

Dia pernah berkata “saat paling jujur dari seseorang adalah saat dia mengungkap sebuah fakta dalam nada bercanda”. Ucapan yang membuat ku langsung merinding. Karena dia mengucapkannya dengan mata menatap penuh pengertian, setelah aku dengan bercanda mengatakan “aku adalah orang paling kesepian di dunia ini karena tak memiliki teman”. Yang lain terbahak lama mendengarnya. Dan dia, Pak Rafal, bersabda disela tawa itu, langsung di hadapku dan hanya aku yang mendengarnya jelas karena yang lain masih sibuk tertawa. Menertawakan hal yang sebenarnya sama sekali tidak lucu seandainya bukan keluar dari mulut Rendut yang disangka badut-gendut-teman-semua-orang.

Dia wali kelas ku saat ini, di kelas dua. Penuh perhatian dan mengenal setiap pribadi anak asuh nya. Tak hanya para manusia pintar, para manusia aktif, dan penikmat kehidupan, tapi juga para rumput yang menghijau subur..

Pukul 02.34. Dia yang menjadi alasanku masih bangun seorang diri di ruang belajar pada jam segini. Tanpa penerangan, kecuali rembesan sinar lampu dari koridor. Tanpa teman, kecuali meja dan kursi yang berjejer sepi.


========== !!! ==========

bersambung ke part4

========== !!! ==========

Tidak ada komentar: