========== !!! ==========
baca part 1 di sini
========== !!! ==========
judul : pilihan
pengarang : VAP
tipe : cerbung
========== !!! ==========
Tali... Silet.. Racun serangga...
Racun serangga... Salah! Tepatnya obat nyamuk... dan pemutih pakaian. Obat nyamuk kurang terasa, karena aku menggunakan obat nyamuk bakar.. haha... sepotong kecil yang aku minum dengan segelas air. Tak ada rasa, dan tak ada pengaruhnya. Pemutih pakaian yang terasa cukup membakar kerongkongan. Dan menyebabkan muntah. Muntah darah bahkan. Sayangnya aku muntah. Jadi nafas masih tetap di badan.
Kapan ya kejadiannya..? Kelas 5 SD, kalau aku tidak salah. Karena tugas mengarang yang akan dilombakan belum juga aku kerjakan. Sementara Bu Guru telah menanyakan berkali-kali, bahkan menyuruh ku menjemput ke rumah. Karangan yang belum kutulis, tapi aku katakan ketinggalan di rumah. Dan pulanglah aku ke rumah seorang diri, dengan berbagai rencana di kepala. Dan seperti perkiraan ku, rumah kosong. Yang terpikir oleh otak pintar ku saat itu cuma obat nyamuk bakar dan pemutih pakaian. Tali tak terlihat. Lagi pula, saat itu aku hanya berniat sakit, bukan mati. Sayang nya, sakit pun tidak. Mami, yang kantornya dekat rumah, heran melihat pintu terbuka dan menyempatkan diri melongok kerumah. Menemukan aku muntah-muntah. Sayangnya cuma sedikit muntah darah. Papi langsung datang, mengantar aku kembali ke sekolah dan berbicara dengan Bu Guru. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi malamnya Papi yang membuatkan tugas mengarangku. Dan masalah itu tak pernah kami bahas lagi. Tidak Mami, tidak Papi, tidak Bu Guru. Bahkan Ayah dan Bunda, orang tua kandung ku pun tidak pernah mengetahuinya.
Betul... Mami dan Papi bukan orang tua kandung ku, mereka Bu De dan Pak De aku. Mami adalah kakak Bunda. Aku anak perempuan ke 3 Bunda, dan selang setahun kemudian aku memiliki adik cowok. Bunda akhirnya merelakan aku diasuh Mami karena kupikir Bunda sudah merasa cukup memiliki dua anak perempuan, dan akhirnya memiliki seorang anak laki-laki yang dinanti. Jadi buat apa diriku?
Mami dan Papi tidak memiliki seorang anak pun. Dan sangat mencintai aku. Benar-benar berusaha mencintai aku. Tapi sayangnya otak cerdas ku (dulu) selalu merasa aku anak yang terbuang. Dan aku berusaha membuat Ayah dan Bunda menyesal telah membuang aku. Aku selalu berusaha menjadi yang terbaik di kelas. Usaha yang nyaris tak berguna karena kedua Kakak ku telah lebih dahulu menjadi bintang kelas. Lebih bersinar dibanding aku. Ketika akhirnya aku lulus tes penerimaan SMA Taruna Nusantara, itulah satu-satu nya momen yang membuat aku paling bersinar karena kedua kakak ku tak pernah bisa melewati tes itu. Dan sekarang hal yang paling kubanggakan itu membawaku ke posisi awal.. Tidak berguna... lebih parah lagi, tanpa prestasi yang bisa dibanggakan. Kecuali bahwa semua orang merasa mengenal aku dan nyaman mengejek, mengolok, dan bercanda dengan diriku adalah sebuah prestasi. Aku sumber kelucuan, aku sumber keramaian. Tak ada aku, tak ada yang bisa di olok dan rela mengolok dirinya sendiri dengan ikhlas. Tapi tak ada yang benar-benar tahu kehampaan dalam diri ini. Tak ada yang menyadari bahwa aku tidak memiliki sahabat tempat bercerita ketika sedih. Aku hanya memiliki banyak teman untuk tertawa bersama.
baca part 1 di sini
========== !!! ==========
judul : pilihan
pengarang : VAP
tipe : cerbung
========== !!! ==========
Tali... Silet.. Racun serangga...
Racun serangga... Salah! Tepatnya obat nyamuk... dan pemutih pakaian. Obat nyamuk kurang terasa, karena aku menggunakan obat nyamuk bakar.. haha... sepotong kecil yang aku minum dengan segelas air. Tak ada rasa, dan tak ada pengaruhnya. Pemutih pakaian yang terasa cukup membakar kerongkongan. Dan menyebabkan muntah. Muntah darah bahkan. Sayangnya aku muntah. Jadi nafas masih tetap di badan.
Kapan ya kejadiannya..? Kelas 5 SD, kalau aku tidak salah. Karena tugas mengarang yang akan dilombakan belum juga aku kerjakan. Sementara Bu Guru telah menanyakan berkali-kali, bahkan menyuruh ku menjemput ke rumah. Karangan yang belum kutulis, tapi aku katakan ketinggalan di rumah. Dan pulanglah aku ke rumah seorang diri, dengan berbagai rencana di kepala. Dan seperti perkiraan ku, rumah kosong. Yang terpikir oleh otak pintar ku saat itu cuma obat nyamuk bakar dan pemutih pakaian. Tali tak terlihat. Lagi pula, saat itu aku hanya berniat sakit, bukan mati. Sayang nya, sakit pun tidak. Mami, yang kantornya dekat rumah, heran melihat pintu terbuka dan menyempatkan diri melongok kerumah. Menemukan aku muntah-muntah. Sayangnya cuma sedikit muntah darah. Papi langsung datang, mengantar aku kembali ke sekolah dan berbicara dengan Bu Guru. Aku tidak tahu apa yang mereka bicarakan, tapi malamnya Papi yang membuatkan tugas mengarangku. Dan masalah itu tak pernah kami bahas lagi. Tidak Mami, tidak Papi, tidak Bu Guru. Bahkan Ayah dan Bunda, orang tua kandung ku pun tidak pernah mengetahuinya.
Betul... Mami dan Papi bukan orang tua kandung ku, mereka Bu De dan Pak De aku. Mami adalah kakak Bunda. Aku anak perempuan ke 3 Bunda, dan selang setahun kemudian aku memiliki adik cowok. Bunda akhirnya merelakan aku diasuh Mami karena kupikir Bunda sudah merasa cukup memiliki dua anak perempuan, dan akhirnya memiliki seorang anak laki-laki yang dinanti. Jadi buat apa diriku?
Mami dan Papi tidak memiliki seorang anak pun. Dan sangat mencintai aku. Benar-benar berusaha mencintai aku. Tapi sayangnya otak cerdas ku (dulu) selalu merasa aku anak yang terbuang. Dan aku berusaha membuat Ayah dan Bunda menyesal telah membuang aku. Aku selalu berusaha menjadi yang terbaik di kelas. Usaha yang nyaris tak berguna karena kedua Kakak ku telah lebih dahulu menjadi bintang kelas. Lebih bersinar dibanding aku. Ketika akhirnya aku lulus tes penerimaan SMA Taruna Nusantara, itulah satu-satu nya momen yang membuat aku paling bersinar karena kedua kakak ku tak pernah bisa melewati tes itu. Dan sekarang hal yang paling kubanggakan itu membawaku ke posisi awal.. Tidak berguna... lebih parah lagi, tanpa prestasi yang bisa dibanggakan. Kecuali bahwa semua orang merasa mengenal aku dan nyaman mengejek, mengolok, dan bercanda dengan diriku adalah sebuah prestasi. Aku sumber kelucuan, aku sumber keramaian. Tak ada aku, tak ada yang bisa di olok dan rela mengolok dirinya sendiri dengan ikhlas. Tapi tak ada yang benar-benar tahu kehampaan dalam diri ini. Tak ada yang menyadari bahwa aku tidak memiliki sahabat tempat bercerita ketika sedih. Aku hanya memiliki banyak teman untuk tertawa bersama.
========== !!! ==========
bersambung ke part3
========== !!! ==========
Tidak ada komentar:
Posting Komentar