Pagi hari Sabtu, 16 Juli 2011, pada sebuah dermaga nelayan bernama Tanjung Pasir, Banten, perahu-perahu tradisional yang dikenal dengan sampan merapat berjajar dengan rapi. Salah satunya bersiap membawa rombongan kami, Ikastara Happy Hunting ke-8 (IHH8) yang diadakan oleh komunitas Ikastara Photography Club (IPC). Tujuan kami tak lain adalah menyambangi Kepulauan Seribu, Jakarta. Kepulauan yang menyimpan kisah-kisah yang menjadi salah satu titik dan saksi sejarah masyarakat nusantara selama ratusan tahun.
Sampan kami melaju menuju pulau tujuan pertama yakni Untung Jawa. Sebelum mencapai pulau Untung Jawa, sampan kami melewati pulau Rambut. Pulau Rambut ini digunakan sebagai suaka marga satwa burung sehingga perlu ijin untuk menjelajahinya. Letaknya tidak jauh dari pulau Untung Jawa. Perjalanan kami hanya memerlukan waktu satu jam. Di pulau Untung Jawa inilah rombongan menginap.
Siang harinya setelah melepas lelah sejenak dan persiapan hunting, kami bertolak dari dermaga pulau Untung Jawa menuju spot hunting pertama, pulau Kelor atau pulau Kherkof. Dari kejauhan tampaklah pulau kecil dengan bangunan bulat seperti cerobong asap di tengah lautan. Itulah Benteng Martello, berdiri gagah menatap laut berbagai sisi. Benteng Martello ini mempunyai dua saudara kembar. Kembaran dibangun pada pulau Bidadari dan pulau Onrust yang letaknya tak jauh dari pulau Kelor. Namun, sisa bangunannya hanya bisa dijumpai pada pulau Kelor dan Bidadari. Benteng Martello pada pulau Onrust telah hancur diterjang tsunami akibat ledakan gunung Krakatau dan penjarahan besar-besaran pada tahun 60-an. Nama Martello sendiri sama dengan nama menara militer di Inggris. Menara Martello berbentuk lingkaran berventilasi dengan dilengkapi meriam yang bisa manuver 360 derajat, dilengkapi dengan dinding tebal yang tahan terhadap serbuan mortar. Oleh Belanda, sejak didirikan pada abad 17 benteng Martello digunakan sebagai pertahanan Batavia dari ancaman Banten, Inggris, perompak, dan pemberontak. Benteng Martello yang tampak sekarang hanya bagian dalamnya saja, aslinya lebih luas hingga mencapai beton pemecah ombak yang melingkari setengah pulau Kelor. Bongkahan dinding data masih kokoh terbentuk. Menurut pemandu kami, batu batanya diambil dari bahan lokal daerah Tangerang.
Pulau Kelor ditempuh dalam satu jam perjalanan. Pulai ini tidak mempunyai dermaga sehingga menyulitkan perahu-perahu yang merapat. Luas daratan tak berpenghuni ini sekarang tidak menjapai dua hektar, terdiri dari sebuah bangunan benteng, semak-semak dan dikeliling selarik pantai pasir mini. Konon, menurut pemandu kami, semak-semak tersebut merupakan makam-makam. Jika digali, bisa ditemukan seonggok tengkorak manusia. Tak hanya pemberontak, pasien dari pulau Onrust dan Bidadari serta tahanan politik yang dihukum mati dikubur di situ. Beberapa beton pemecah ombak tampak terpancang melingkari tepian separuh pulau.
Pulau Kelor menyuguhi spot yang eksotis. Daya tarik yang tersimpan sisa benteng Martello, pantai pasir mini, dan beton pemecah obat menjadikan pulau ini terbukti tak sepi pengunjung. Akan tetapi, ada pemandangan ganjil dari pulau ini. Tidak lain karena keberadaan kucing-kucing liar. Mereka berlindung pada lubang ventilasi benteng dan semak-semak. Asalnya belum diketahui. Makanan kucing liar tersebut didapat dari para turis atau nelayan. Kucing-kucing tersebut dihubungkan dengan hal-hal mistis yang beredar.
Dibalik keunikan yang dimiliki, Pulau Kelor dihadapkan pada permasalahan serius yaitu abrasi. Separuh dari luas pulau telah terkikis. Menurut Nasional Geografic Indonesia, pulau ini akan tenggelam 45 tahun mendatang. Data arkeologi di pulau Onrust menyebutkan dalam kurun waktu 30 tahun telah terkikis sebesar setengah hektar. Sekarang tersisa kurang lebih satu hektar. Sisa isi pulau Kelor saat ini layak untuk diperhatikan kelestariannya.
Di sekitar pulau Kelor, terdapat gugusan Kepulauan Seribu lainnya. Pulau Bidadari, Onrust, dan Khayangan (Cipir) beserta Kelor disatukan oleh sejarah dimulai dari kedatangan orang Belanda, penjajahan, hingga kemerdekaan. Pusat kegiatannya berada pada pulau Onrust. Menurut pemandu kami, telah dilakukan penilitian oleh ilmuwan dari Jerman dan Belanda, hasil yang didapat salah satunya adalah ketiga pulau dihubungkan oleh terowongan dalam laut. Tetapi jalur yang menghubungkan tersebut sudah jebol diisi air laut dari tertutup pada waktu bencara Krakatau. Pulau Kelor dan gugusan sekitarnya berada dalam wilayah Kelurahan Untung Jawa, Kecamatan Kepulauan Seribu, Kabupatan ADM Kepulau Seribu. Para peserta IHH8 selanjutnya bertandang ke pulau Bidadari guna menyambut sunset.
Pulau Bidadari sebelum dikembangkan hanyalah pulau kosong yang tanpa penghuni. Pulau ini dan pulau Onrust, dulu digunakan sebagai sarana inspeksi dan karantina pasien penyakit lepra atau kusta. Pasien berasal dari daerah Angke di Batavia maupun sudagar/pelayar yang akan merapat ke Batavia. Sejak itulah, pulau ini sempat dinamakan pulau Sakit. Pada tahun 70-an, barulah dikembangkan menjadi resort wisata dan diganti namanya dengan kata yang lebih menjual, yaitu pulau Bidadari. Resort wisata Bidadari dikembangkan oleh PT Seabreez sejak pemerintahan gubernur Ali Sadikin.
Hunian chalet pada pulau bidadari berkonsep traditional cabin beach dengan bahan kayu khas Sulawesi guna memperkuat kesan natural. Gazebo bambu beratap rumbia tersebar sepanjang pantai. Fasilitas lainnya meliputi ruang serba guna, outbond, musholla, fasilitas olahraga, permainan, dan wisata air dengan banana boat atau jetski. Tak lupa dengan pendopo untuk melepas keletihan seraya menikmati belaian sejuk angin laut.
Flora dan fauna yang tersebar pada pulau Bidadari dilindungi. Pulau dengan komposisi 60 persen wilayah berupa tanaman-tanaman. Terdapat di dalamnya flora langka seperti pohon Perdamaian, Kayu Hitam, dan lain-lain serta hutan mangrove terpelihara dengan baik. Tak lupa sambutan dari biawak-biawak dari sela-sela mangrove menyemarakkan suasana pulau. Ditambah dengan komunitas Elang Bondol yang hampir punah. Keragaman ini mengundang para fotografer untuk hunting. Rombongan IHH8 menyisir sebelah barat pulau. Spot sunset yang kami pilih berada pada sisi barat laut menghadap langsung pada pulau Onrust.
Puas dengan kegiatan hunting, senja itu kami kembali ke pulau Untung Jawa. Tidak jauh berbeda dengan resort pada pulau Bidadari, pada pulau Untung Jawa menyajikan fasilitas-fasiltas homestay, olahraga, kuliner, dan rekreasi yang relatif lebih murah. Makanan yang bisa didapat umumnya ikan bakar, cumi goreng tepung, udang bakar, tumis kangkung, dan juga sambal seafood yang khas. Penduduk pulau Untung Jawa umumnya bekerja sebagai pedagang, pemandu wisata, dan distributor barang. Sarana pendidikan hanya sampai jenjang sekolah menengah pertama. Untuk mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, pelajar dari pulau Untung Jawa harus berpindah ke pulau lain. Keperluan pangan dan bahan material masih bergantung pada pulau lain. Penduduk pulau rata-rata hanya mempunyai sertifikat hak guna bangunan, bukan hak milik. Hak milik tanah pulau ini masih berada pada pemerintah. Keunikan yang kami temui adalah pola arah bangunan. Tidak seperti bangunan di pulau Jawa, persegi bangunan pada pulau ini tidak mengacu pada arah utara-barat-selatan-timur, tapi pada sisi barat tepat diluruskan dengan arah kiblat sholat.
Pada malam harinya, kami mengadakan BBQ di pinggir pantai utama pulau Untung Jawa. Tak lama teringat bait-bait puisi lama yang terbentuk pada waktu Outing Ikastara65 East Cost 2005,
tak kuliat kepiting berlarian
tak tersandungku di tumpukan karang
hanya daun pepohonan yang menari
mengiringi angin melantun
duduk terpaku pada tikar
memandang gelombang yang menggapai-gapai
tak ayal jiwa menyambut
ragapun cemburu
malam terbangun menyapa
sejenak kumenggigil
namun itupun hilang
oleh hangatnya kebersamaan
Keesokan harinya, aktifitas kuliner sudah terlihat sepanjang jalan. Dimulai dengan nasi kuning, nasi uduk, maupun nasi rames beserta gorengan siap dijajakan. Sepanjang jalan itu menghantarkan kami ke spot sunrise yang dipilih, berada pada sisi timur pulau Untung Jawa. Tepat pada pantai tanpa nama yang dipenuhi dengan pecahan karang-karang putih, terletak persis di sebelah utara 'parkiran' perahu dan tempat memancing.
Setelah matahari beranjak makin ke atas, rombongan berpindah ke arah utara untuk kegiatan Snorkeling. Tempatnya tepat berada pada kawasan hutan mangrove. Pantai dengan karang yang masih alami. Untuk pemula tempat ini cocok dijadikan sebagai latihan Snorkeling. Dengan kedalaman kurang lebih tiga meter, sinar matahari masih bisa menembus sela-sela karang. Untuk itulah snorkeling bagus dilakukan pada pukul 9-11 pagi dan sore pukul 2-4. Pemandu kami menyarankan tempat yang bagus untuk snorking meliputi pulau Dapur dan pulau Tidung. Sayangnya pulau Dapur hampir tenggelam, daratannya hanya seluas homestay tempat kami tinggal. Sedangkan pulau Tidung setidaknya butuh lebih dari 2 jam untuk dicapai. Snorkeling tidak menghabiskan tenaga. Tak terasa hampir tiga jam kami habiskan untuk bermain snorkeling, tapi kami harus pulang. Kembali ke tempat peraduan, Jakarta.
10 komentar:
foto-foto manaaa...???
liat di fesbuk donk...
apa itu fesbuk? :p
what ????
ck ck ck
Fotoooooo~ *ngikut yg laen wakakaka*
heu heu heu...
tak taruh dua foto ya... hehehe
bentar...
mayaaan... ngga boring liat tulisan panjang aja.. :p
pengakuan: gw belom baca semua nya boo.. cuma komen aja.. :p
haiz... baca donk Ce!
udah bacaaaa... narasi ma fotonya ga sinkron ya..?
*tetep protes.. hehe...
ahh damn... gw gak ada foto lain ya...
itu aja ngasal2 aja njepret lewat hp...
Posting Komentar