========== !!! ==========
baca part 4 di sini
========== !!! ==========
judul : pilihan
pengarang : VAP
tipe : cerbung
========== !!! ==========
Aku berjalan perlahan sambil menyeret sebuah kursi ke tengah panggung. Disana telah terdapat seuntai tali besar yang biasa digunakan untuk lomba tarik tambang. Tapi kali ini, dengan melihat simpul di ujungnya, setiap orang pasti tahu bahwa tali itu bukan untuk tarik tambang. Tepat di tengah panggung, aku menengadah keatas. Kekaguman terpuja untuk Ryan yang bisa menggantung tali ini sesuai harapanku.
Aku seakan bisa membayangkan nafas tercekat penonton di bawah sana. Seakan aku berjalan di panggung nyata dengan penonton yang terkesima. Jika ada musik pengiring, barangkali sekarang saatnya musik-musik horor pengiring kematian itu digelar. Tapi saat ini hanya ada sepi yang mati. Lebih mencekam karena tak ada musik yang bisa membimbing penonton untuk menentukan apa dan kapan hal itu terjadi. Tak ada ritme penuntun dari lambat menjadi makin cepat untuk ikut memacu ketakutan. Atau.. tak ada musik pengiring lucu yang dapat memberitahu penonton bahwa ini hanya sekedar komedi, bukan horor. Tak ada... tak ada penuntun. Hanya ada diam dan tanya. Petunjuk nya cuma diri ini, kursi, dan seuntai tali.
Semua orang yang melihatku saat ini bisa menyimpulkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Bahkan sebelum aku mengatur letak kursi tepat dibawah tali, menjejak kaki diatasnya, dan mengalungkan simpul tali tepat di leher ku. Dari tadi aku hanya fokus pada keberadaan diriku dan tali ini. Sekarang aku memandang ke bawah panggung, mencari seraut wajah di kerumunan. Dan dia disana. Seperti ada spot light yang menyorot tepat kearahnya. Wajah itu memucat dan kedua tangannya reflek terangkat menutupi hidung, mulut, dan separo wajahnya. Yang tersisa hanya mata. Dan hanya mata itu yang kuperlukan untuk mengirimkan maksud pesanku. Tanpa kata, tanpa suara. Dan dia mengerti.
Ku kunci tatapan matanya sesaat, satu senyum samar terkembang di wajah ku tanpa sadar. Sinis. Menyaksikan ketakutannya yang menjijikkan. Kupejamkan mata sambil menarik nafas memastikan keputusan ini, memantapkan hati, meyadari sepenuhnya tindakan ku ini. Kedua tangganku masih memegang tali yang telah terkalungkan keleher. Bayangan pucat Pak Rafal masih dikelopak. Ku buka kembali mata memastikan itu bukan bayangan, dan keinginan ku tercipta. Itu bukan hanya bayangan. Di bawah sana Pak Rafal sepucat mayat. Sementara aku masih bernafas hidup.
Tanpa peringatan kehentakkan kaki cepat membuang kursi. Dan kaki ku tergantung di udara tanpa tumpuan. Menyebabkan berat badan ku hanya berpusat pada tali yang masih kugenggam dengan dua belah tangan tepat di bawah leher. Penonton berteriak kaget dan sebelum kepalaku terlempar kebelakang, kusaksikan Pak Rafal terlonjak berdiri. 51 kilogram berat tergantung pada seuntai tali. Dan hanya dalam hitungan detik tali itu terlepas dari ikatannya di langit-langit panggung. Ryan hanya menempelkannya dengan beberapa selotip besar. Cukup untuk memberikan efek melayang sesaat sebelum aku berdebum jatuh. Para pemeran lain langsung bermunculan dengan beragam komentar dan ekspresi yang mengundang tawa penonton. Sekali lagi Tetanus tampil dengan cara menggemparkan dan pastinya membuat semua tertawa.
Kami kali ini mengusung tema banyaknya anak-anak yang berniat bunuh diri karena masalah uang sekolah. Aku mengucapkan dialogku sambil meringis kesakitan. Tak perlu akting karena kenyataannya memang lumayan sakit jatuh barusan. Ku coba mencuri pandang pada Pak Rafal di bawah sana. Dan aku yakin pesan ku dia terima dengan jelas.
Ryan berdiri di dekat pintu keluar. Bersidekap dan mengacungkan jempol di depan dadanya saat menangkap pandangan ku dari panggung. Senyum ku mengembang tanpa sadar. Kebencian ku pada Pak Rafal yang selama beberapa bulan ini bersemayam di dada dan menuntunku dalam usaha pembalasan, tiba-tiba sirna. Kehampaan dan kokosongan yang selama ini menghantui terasa sangat absurd. Sekarang aku menyadari dengan pasti satu hal; mati itu pilihan gampang... tapi hidup lebih menantang...
baca part 4 di sini
========== !!! ==========
judul : pilihan
pengarang : VAP
tipe : cerbung
========== !!! ==========
Aku berjalan perlahan sambil menyeret sebuah kursi ke tengah panggung. Disana telah terdapat seuntai tali besar yang biasa digunakan untuk lomba tarik tambang. Tapi kali ini, dengan melihat simpul di ujungnya, setiap orang pasti tahu bahwa tali itu bukan untuk tarik tambang. Tepat di tengah panggung, aku menengadah keatas. Kekaguman terpuja untuk Ryan yang bisa menggantung tali ini sesuai harapanku.
Aku seakan bisa membayangkan nafas tercekat penonton di bawah sana. Seakan aku berjalan di panggung nyata dengan penonton yang terkesima. Jika ada musik pengiring, barangkali sekarang saatnya musik-musik horor pengiring kematian itu digelar. Tapi saat ini hanya ada sepi yang mati. Lebih mencekam karena tak ada musik yang bisa membimbing penonton untuk menentukan apa dan kapan hal itu terjadi. Tak ada ritme penuntun dari lambat menjadi makin cepat untuk ikut memacu ketakutan. Atau.. tak ada musik pengiring lucu yang dapat memberitahu penonton bahwa ini hanya sekedar komedi, bukan horor. Tak ada... tak ada penuntun. Hanya ada diam dan tanya. Petunjuk nya cuma diri ini, kursi, dan seuntai tali.
Semua orang yang melihatku saat ini bisa menyimpulkan apa yang akan terjadi selanjutnya. Bahkan sebelum aku mengatur letak kursi tepat dibawah tali, menjejak kaki diatasnya, dan mengalungkan simpul tali tepat di leher ku. Dari tadi aku hanya fokus pada keberadaan diriku dan tali ini. Sekarang aku memandang ke bawah panggung, mencari seraut wajah di kerumunan. Dan dia disana. Seperti ada spot light yang menyorot tepat kearahnya. Wajah itu memucat dan kedua tangannya reflek terangkat menutupi hidung, mulut, dan separo wajahnya. Yang tersisa hanya mata. Dan hanya mata itu yang kuperlukan untuk mengirimkan maksud pesanku. Tanpa kata, tanpa suara. Dan dia mengerti.
Ku kunci tatapan matanya sesaat, satu senyum samar terkembang di wajah ku tanpa sadar. Sinis. Menyaksikan ketakutannya yang menjijikkan. Kupejamkan mata sambil menarik nafas memastikan keputusan ini, memantapkan hati, meyadari sepenuhnya tindakan ku ini. Kedua tangganku masih memegang tali yang telah terkalungkan keleher. Bayangan pucat Pak Rafal masih dikelopak. Ku buka kembali mata memastikan itu bukan bayangan, dan keinginan ku tercipta. Itu bukan hanya bayangan. Di bawah sana Pak Rafal sepucat mayat. Sementara aku masih bernafas hidup.
Tanpa peringatan kehentakkan kaki cepat membuang kursi. Dan kaki ku tergantung di udara tanpa tumpuan. Menyebabkan berat badan ku hanya berpusat pada tali yang masih kugenggam dengan dua belah tangan tepat di bawah leher. Penonton berteriak kaget dan sebelum kepalaku terlempar kebelakang, kusaksikan Pak Rafal terlonjak berdiri. 51 kilogram berat tergantung pada seuntai tali. Dan hanya dalam hitungan detik tali itu terlepas dari ikatannya di langit-langit panggung. Ryan hanya menempelkannya dengan beberapa selotip besar. Cukup untuk memberikan efek melayang sesaat sebelum aku berdebum jatuh. Para pemeran lain langsung bermunculan dengan beragam komentar dan ekspresi yang mengundang tawa penonton. Sekali lagi Tetanus tampil dengan cara menggemparkan dan pastinya membuat semua tertawa.
Kami kali ini mengusung tema banyaknya anak-anak yang berniat bunuh diri karena masalah uang sekolah. Aku mengucapkan dialogku sambil meringis kesakitan. Tak perlu akting karena kenyataannya memang lumayan sakit jatuh barusan. Ku coba mencuri pandang pada Pak Rafal di bawah sana. Dan aku yakin pesan ku dia terima dengan jelas.
Ryan berdiri di dekat pintu keluar. Bersidekap dan mengacungkan jempol di depan dadanya saat menangkap pandangan ku dari panggung. Senyum ku mengembang tanpa sadar. Kebencian ku pada Pak Rafal yang selama beberapa bulan ini bersemayam di dada dan menuntunku dalam usaha pembalasan, tiba-tiba sirna. Kehampaan dan kokosongan yang selama ini menghantui terasa sangat absurd. Sekarang aku menyadari dengan pasti satu hal; mati itu pilihan gampang... tapi hidup lebih menantang...
========== !!! ==========
END
========== !!! ==========
4 komentar:
aku bingung
napa reni benci sama pak rahal??
baca donk episode sebelumnya.....
:p
iyah
tp kan ada keterangan
apa2
cuman tiba2 dia nangis dan marah
but no explanation
what was happen??
ada kok penjelasannya.....
cara menanggapi beliau terhadap dia....
Posting Komentar