Tadi malem ada obrolan ringan di ruang tengah, tentang sebuah predikat atau title yang dipake dalam keluarga bisa menjadi sebuah nama panggilan. Di situ ada shaya, Fanse, dan Abrar.
Contohnya :
1. Di sinetron Cinta Fitri
Hampir semua pemain utama di situ memanggil buliknya si Fitri dengan panggilan "bulik", tanpa melihat status diri sendiri baik sebagai calon mertuanya Fitri atau orang yang gak mempunyai talian saudara.
2. Di sinetron Yoyo
Hampir semua warga kampung di situ memanggil ibunya Yoyo dengan panggilan "budhe".
3. Di kampung shaya
Warga kampung terkadang memanggil budhe shaya dengan sebutan "budhe" juga (kayak di Yoyo), bahkan Ibu shaya sendiri selaku adik iparnya tetep manggil budhe shaya itu dengan panggilan "budhe".
4. Ponakan shaya sendiri (si Fari) bahkan memanggil neneknya (ibu shaya) dengan sebutan Ibu, ngikut orang-orang sekitar yang memanggil Ibu.........
(*sama kayak Fanse waktu kecil, hueheuhue)
Agaknya kebiasaan ini lumrah diterapkan pada beberapa komunitas kecil di Jawa, termasuk di lingkungan keluarga shaya yang tinggal di kampung shaya............
Bagi beberapa orang kedengarannya emang rada ganjil...........termasuk Abrar.
Lumrahnya panggilan seperti itu dipake untuk menyesuaikan diri dengan sudut pandang lawan bicara kita.
Misal:
Shaya mau mengabarkan ke keponakan (anak adik shaya) kalo kakak shaya sedang sakit
shaya : "Dul, kita jenguk budhe yuk!"
ponakan : "Budhe sakit apa Oom??"
shaya : "Udah, ikut aja......"
Contoh di atas lumrah dipakai di masyarakat luas, tapi......
kalo dipake untuk menyesuaikan diri dengan sudut pandang lawan bicara kita, menurut shaya juga ada salahnya.......
Misal kalo kita mau ngabarin ke nenek kita bahwa bulik shaya mau datang......
shaya : "Nek.....anak nenek mau datang hari ini."
nenek : "^$$**%^)."
Hihihihi kedengarannya gak lumrah kan?? Mustinya seperti berikut......
shaya : "Nek.....bulik mau datang hari ini."
nenek : "Siapa??!!"
shaya : "Bulik!!!!!!!!!!!!"
Nah.....kalo gini kedengarannya lebih enak.......
Fungsi untuk menyesuaikan diri dengan sudut pandang lawan bicara mungkin juga lumrah dipake pada beberapa kalangan tertentu sahaja......
Secara umum
1. kalo kita bicara dengan yang seumuran dan yang lebih muda, kita biasanya menyesuaikan dengan sudut pandang lawan bicara kita.
2. kalo kita bicara dengan yang lebih tua, maka kita memakai sudut pandang kita sendiri tentunya.
Kalo dalam suatu pembicaraan ada yang lebih tua dan yang lebih muda dari kita.......mungkin secara gak langsung kita memakai sudut pandang lawan bicara kita.
Misal keluarga shaya pada pulang kampung ke rumah ibu shaya.
shaya : "Dul, katanya mau ngomong sesuatu ke nenek?"
ponakan : "Ntar aja Oom......"
shaya : "Biar Oom yang ngomong dah kalo gitu...."
lalu............
shaya : "Nek.....cucu nenek mau minta sesuatu neh?!"
Ibu : "Mau minta apa, Dul?"
......................................................
Yosh.....bagaimana dengan keluarga Anda???
12 komentar:
ada-ada aja..
iya....
ada.....aja
bagian yang terakhir aku kurang setuju tu qi..
aturan umumnya tetap dipakai.. :)
masak seh??? ^^
huakakakak
iso wae bro :D
ke yang muda, sudut pandang yang muda, ke yang tua, pake sudut pandang kita :D
ituw keluarga shaya bang :)
tiap keluarga beda2 ya ^^
aku si sama kaya dina qi..
makanya kurang setuju sama yang terakhir..
hoooo emang itu yang lumrah....
baca donk yang "secara umum"
ke yang muda, sudut pandang yang muda
--> kalo menurutku sih karena kalo ngomong sama anak kecil, kan mereka susah memahami konsep perspektif, jadinya kita yg menyesuaikan sama perspektif mereka.
misalnya:
dedek, nanti papa ajak kamu ke puncak bareng2 sama mama ya...
papa = sendiri
mama = bojo
udah dibahas Sie....
nah kalo ada yang tua sama yang muda bareng gimana cara ngomongnya......
biasanya seh seperti yang di tulis di "secara umum" itu ^^
saya mengerti maksud saudara. ngomong-ngomong kalau saya mau membicarakan Erika Toda harus dari sudut pandang siapa Q? :p
misal:
Aku : Q, bojomu makin seksi sajah!
Kamu : Saya kan belum kawin!
Tuh... membingungkan kan?
*ngomong apa seh orang ini '-___-!
Posting Komentar