Kamis, 29 September 2011

Sepenggal Kisah yang Terungkap... (1)

Akhirnya aku bisa menikmati lagi suasana pantai ini, Senggigi, begitulah namanya. Matahari menjelang terbenam. Burung camar dan nelayan tetap berebut mencari ikan. Angin laut masih berhembus, menerpa wajahku.

’Saatnya menulis,’ bisik batinku.

Baris demi baris rangkaian kata tercetak sudah. Aku harus menulis. aku tidak mau kehilangan rasa yang kudapat dari suasana ini. Pantai dan laut, tema kali ini. Bukan, bukan kali ini saja, bahkan berkali-kali. Sahabatku sering menantangku untuk membuat tema lain. Susah. Sudah dicoba dan bisa. Tapi, aku lebih nyaman dengan tema pantai. Aku lebih bisa menarik pena dari tempatnya. Walau, harus mengusap kening dengan telapak tanganku jika buntu.

Topi bundar yang sedari tadi menempel di atas kepala sejenak kulepas. Angin segar menggerai rambut pendekku. Baru saja kupotong rambut sebahu, ingin tampil dengan penampilan baru. Kuhela napas sejenak, lalu mencoba melanjutkan tulisan itu. Kucoba mencari inspirasi.

Awan tipis nan hitam mulai mengancam suasana sunset. Aku hanya bisa pasrah. Semoga tidak hujan. Dari bangku kayu ini masih terlihat anak-anak bermain air di pantai. Masih berlarian berkejaran diiringin gelak tawa. Riang memercikkan air. Aku melamun memperhatikan, hingga tak sadar pena yang semula terpegang, tergelincir dari jemariku

”Anak-anak memang polos, begitu bahagia.”

Sontak suara itu memecah lamunanku. Sesosok pria telah berdiri di belakangku, ikut memandang ke arah sekelompak anak itu. Dia menoleh. Tersenyum kepadaku.

”Maaf, tadi pena Anda jatuh” katanya seraya menyodorkan sebuah pena. Aku tersadar akan kehilangan benda itu. Pena pesanan khusus, dengan ukiran bertuliskan ’Sari’, panggilanku.

”Iya, terimakasih.” Buku dan pena itu kutaruh di atas bangku.

”Boleh saya duduk di sini?”

“Ini tempat umum kok,” jawabku cuek.

Dia duduk di ujung bangku, memangku sebuah ransel. Kami terdiam beberapa saat. Buku dan penaku tetap tertaruh. Padangan mataku mengarah ke pantai, tapi pikiranku dipenuhi dengan pertanyaan-pertanyaan mengenai orang itu. Siapa dia? Sepertinya pernah bertemu. Apakah orang lokal? Atau turis domestik? Kenapa dia duduk di sini sedangkan ada tempat duduk yang kosong tak jauh dari sini? Apakah dia melihat seorang wanita dan berusaha menggoda atau mendekatinya? Yaitu aku?

”Anda sedang menanti seseorang?” tanyanya memulai pembicaraan.

Aku hanya menggeleng.

"Aku menunggu sesuatu. Senja yang turun perlahan di sana." Dia menunjuk ke arah Gunung Agung di pulau Dewata. "Matahari suka terbenam, eh tidak... bersembunyi dengan manisnya tepat di punggung sang Agung," celotehnya.

Aku menatap paras pria itu. Ekspresinya tidak menunjukkan sesosok penggoda. Lebih pada ekspresi yang sedang menunggu. Penantian panjang. Ransel yang sedari tadi dipangku, ditaruhnya di sebelah kirinya.

"Iya, sama. Aku juga" sahutku.

”Setiap sore?” tanyanya.

”Hanya sesekali, jika ada waktu...”

”Dengan kekasih?” potongnya.

Aku hanya diam. Aku tidak senang dengan pertanyaan itu. Ia pun kembali diam. Lebih lama. Aku kembali pada note. Membaca ulang apa yang telah tertulis sore ini.

====================
bagian 2
====================

6 komentar:

VAP mengatakan...

skali-kali tokoh utamanya cowo dunk... :p

- HQ - kiko - mengatakan...

suka-suka gw donk...

Etika Saputri mengatakan...

iya nie, banyakan cewe yg jadi peran utama'a, bener2 meresapi jadi cewe maz HQ nie :p

- HQ - kiko - mengatakan...

meresapi seh nggak,
hanya ngalir aja nulisnya...

VAP mengatakan...

ternyata emang nalurinya terasah sebagai cewe.. :p

- HQ - kiko - mengatakan...

wah wah...

ada yang mulai mokong neh...
ck ck ck