Selasa, 05 Desember 2006

Lelaki yang terbaik untukku

Malam yang dingin dan sepi. Aku belum ingin memejamkan mata. Beberapa menit lagi jarum jam akan menuju ke angka dua belas. Itu berarti sebentar lagi umurku akan menjadi 30 tahun. Usia yang sudah lebih dari seperempat abad, yang mungkin kalau kebanyakan orang umur segitu sudah punya satu atau dua anak. Tapi tidak denganku. Jangankan mempunyai anak dan suami, punya pacar saja belum. Hari-hariku adalah kesendirianku yang sepi. Bukannya aku tidak mau seperti orang-orang, berumah tangga, mempunyai suami, anak, dan keluarga yang bisa membuatku merasa dibutuhkan.

Tapi entah kenapa, aku belum mendapatkan jodoh juga. Entah di mana Tuhan memyembunyikan jodohku. Sebenarnya aku tak perlu menyalahkan Tuhan. Mungkin aku saja yang belum bisa menemukan jodohku itu. Aku anak pertama perempuan di keluargaku. Pada saat aku masih 15 tahun, ayahku meninggal. Meninggalkan ibuku dengan 4 orang anak yang masih kecil. Bisa di bayangkan, betapa kehidupan kami berubah. Aku harus membantu ibuku berjualan kue dan gorengan di sekolah. Setiap hari aku membawa satu kantong jajanan yang harus ku jual ke teman-temanku. Hanya dengan cara itu aku bisa membantu ibuku mencari uang. Akhirnya dengan kerja keras, aku berhasil juga menyelesaikan sekolahku hingga tamat SMEA. Kemudian aku merantau ke Batam mengadu nasib. Akhirnya, diterima menjadi operator di perusahaan elektronik. Beruntung, perusahaan tempatku bekerja banyak memberikan lembur untuk kami. Jadi aku bisa mengirim uang sedikit-sedikit ke kampung untuk membiayai adikku sekolah. Juga membayar uang kursus komputer dan bahasa inggrisku.

Dan nasibku memang beruntung, belum satu tahun aku bekerja, aku diangkat menjadi staf administrasi. Otomatis, gajiku biar sedikit ada kenaikan. Sejak itulah aku jadi gila kerja. Kuhabiskan waktuku dari pagi hingga malam untuk bekerja. Tak sia-sia memang. Karena aku akhirnya diangkat menjadi Sekretaris General Manager. Aku pun jadi asyik bekerja hingga lupa kalau sudah waktunya aku harus mencari pasangan hidup. Dan pada saat aku mulai melirik laki-laki, waktuku udah agak terlambat. Aku harus bersaing dengan banyak perempuan yang sudah pasti semakin hari kian banyak saja yang datang merantau ke Batam. Hingga jam menunjukan ke angka dua belas malam hari ini, aku masih belum juga mendapat pasangan. Padahal ibuku sudah berkali-kali mendesakku untuk segera berumah tangga karena adikku udah dua orang yang menyusulku berumah tangga duluan. Aaah… mulutku menguap. Kutarik selimutku. Aku pun tidur sambil memeluk guling. Membayangkan kalau seandainya guling itu adalah lelaki impianku.

Aku bangun lebih pagi dari biasanya. Ibuku sudah menelpon pagi-pagi sekali mengucapkan selamat ulang tahun. Seperti biasanya beliau pasti menanyakan kapan aku akan mengakhiri masa lajangku. Setelah salat subuh, aku membuat sarapan baru kemudian mandi. Sambil menunggu koran datang. Aku memang biasa sarapan sambil membaca koran. Biar nggak ketinggalan informasi pikirku. Begitu koran datang aku langsung membuka-buka halamannya. Tidak ada berita yang menarik perhatianku. Tiba-tiba mataku tertumbuk pada sebuah kolom di sudut koran itu. Kontak jodoh. Yaa… aku seperti mendapatkan penyegaran. Apa salahnya aku coba. Begitu ku baca syarat-syaratnya, yang hanya mengirimkan data melalui sms kemudian koran itu akan mencantumkan kita di korannya lengkap dengan kriteria yang kita inginkan. Message sent. Akhirnya terkirim juga smsku. Aku tinggal menunggu besok atau lusa mungkin data-dataku akan muncul di koran itu. Hari ini, aku berangkat ke kantor dengan semangat dan harapan baru. Siapa tahu sebentar lagi Tuhan akan mengirimkan jodohku. Tidak menunggu sampai lusa.

Pagi ini, dataku udah tercantum di koran itu. Aku hanya tinggal menunggu telepon dari orang yang mungkin tertarik dengan aku. Malamnya, aku sudah menerima telpon dari laki-laki. Begitu juga malam berikutnya. Di hitung-hitung, aku mendapat telpon dari lima orang lelaki. Dari daerah yang berbeda dengan profesi dan tempat tinggal yang berbeda pula. Jadilah sejak itu, aku jadi sibuk menerima telepon. Ada yang baru tiga hari mengajakku ketemu, tapi aku berusaha mengulur waktu. Gengsi rasanya kalau belum apa-apa sudah minta ketemuan. Lagian aku mau mengetes mereka, seberapa besar niat mereka untuk mengenal aku.

Setelah satu minggu, akhirnya aku merasakan ada satu lelaki yang keliatan serius berkenalan denganku. Setiap hari dia menelponku. Tidak cuman sekali, tapi bisa sampai tiga kali sehari. Seperti minum obat saja. Dan aku juga mulai tertarik untuk mengenal orang itu lebih jauh. Dari cara berbicaranya, saya hanya bisa menduga-duga seperti apa orangnya. Bicaranya halus dan sopan. Dia juga tidak terlalu memaksaku untuk mengajak ketemu. Aku sepertinya udah jatuh cinta dengannya. Konyol sekali memang. Belum melihat seperti apa orangnya, tapi teleponnya selalu kutunggu-tunggu. Hatiku pun berbunga-bunga setiap aku selesai ngobrol dengannya. Ada saja pembicaraan yang dia ciptakan, sehingga aku tambah terbuai. Lagian menurut penuturannya, dia sudah bekerja di sebuah instansi pemerintahan dengan jabatan yang lumayan. Dan umurnya pun hanya terpaut lima tahun denganku. Cocok seperti yang aku inginkan. Tanpa berpikir lagi, aku langsung mengiyakan saja ketika dia minta untuk bertemu denganku. Aku sudah tidak sabar lagi rupanya. Baru diajak janji ketemu saja sudah membuatku mengkhayal yang tidak-tidak. Semoga orangnya baik dan tidak mengecewakan. Semoga juga kami bisa saling tertarik dan bisa melangkah ke jenjang berikutnya. Begitu harapku. Semoga akan segera datang lelaki terbaik untukku. Begitu do’aku pada Tuhan malam ini sebelum tidur.

Sore ini, sepulang kerja kami sudah berjanji akan bertemu jam 6 sore di sebuah cafe di sebuah pusat perbelanjaan di Batam Centre. Jam lima tepat aku langsung bergegas menuju kesana setelah sebelumnya merapikan make up di wajahku. Aku ingin sampai di sana sebelum jam 6, jadi aku punya waktu lebih untuk mempersiapkan diriku bertemu Arman. Itulah namanya. Sampai di kafé yang dijanjikan, aku langsung mencari tempat duduk yang terletak di sudut. Biar pembicaraan kami tidak terganggu pengunjung kafé yang lain. Aku pun segera meneleponnya mengatakan kalau aku sudah sampai. Masih dalam perjalanan katanya. Jantungku sudah mulai berdetak lebih kencang dari biasanya. Antara takut, penasaran, bahagia menjadi satu. Tak lama teleponku berdering. Dari Arman!. Dia sudah ada di kafé itu tapi kebingungan yang mana aku.

Tanpa ku jawab panjang lebar dia akhirnya mengerti kalau akulah orangnya. Karena hanya kami yang sedang berbicara di telpon saat itu. Dia menghampiriku. Wajahnya tidak tampan tapi tidak juga jelek. Lumayan menurutku. Penampilannya pun rapi. Tampangnya terpelajar. Kami berjabat tangan. Dan kami pun pelan-pelan mulai terlibat pembicaraan yang menarik. Dia juga mengatakan kalau ibunya sedang berkunjung ke Batam, tapi akan pulang besok lusa. Dan kebetulan ibunya sedang berada di tempat yang sama dengan kami. dan dia berjanji akan mengenalkan aku ke ibunya. Bayangkan!, Betapa senang dan bahagianya aku. Tak lama setelah ngomong itu, teleponnya berdering. Dan itu dari ibunya katanya. Tambah nggak karuan lagi hatiku. Was-was kalau ibunya kurang menyukaiku. Belum selesai mereka berbicara tiba-tiba hp Arman habis batre.

“Boleh pinjam HPmu sebentar nggak? HPku low bat nih,” katanya meminta izin.

“Ya udah, pakai aja,” kataku meluluskan permintaannya sambil menyerahkan HPku. Dia pun mengganti sim card ku dengan kepunyaannya.

“Hallo … hallo … bu, lagi di mana? Hallo…,” katanya memulai pembicaraan.

“Signalnya kok susah ya? Aku mau nelepon deket pintu keluar ya? Biar jelas!” katanya sambil beranjak keluar café.

“Aku ikut ya?” pintaku.

“Nggak usah, kamu tunggu dulu di sini bentar. Nggak lama kok, paling cuman lima menit,” paparnya.

Nggak tahu kenapa aku hanya menurut omongannya saja. Lima menit, dua puluh menit, waktu terus berjalan sampai setengah jam aku menunggu Arman tidak kembali juga. Perasaanku mulai tidak enak. Aku pun bergegas ke Pusat Informasi, meminta petugasnya untuk mengumumkan kalau aku menunggu Arman di sini. Lima menit berlalu, tidak ada tanda-tanda Arman muncul. Aku bergegas mencari wartel berusaha untuk menghubunginya. Kutekan berkali-kali nomernya dan nomer HPku juga, tapi nggak ada yang aktif. Akhirnya pikiran sehat kutimbul. Aku baru sadar kalau aku baru saja kehilangan HPku. HP seharga Rp2 juta itu baru kubeli sebulan yang lalu. Aku langsung terduduk lemas. Betapa bodohnya aku! Percaya begitu saja pada orang yang baru ku lihat.

“Dasar laki-laki penipu, kurang ajar, penjahat!” ucapku lirih.

Ingin rasanya aku memaki-maki. Tapi pada siapa? Sambil melangkah dengan gontai, aku keluar, menyetop taxi dan pulang. Paling tidak aku masih bersyukur, cuman HPku yang hilang, bukan nyawaku. Semoga aku akan mendapat lelaki terbaik suatu hari nanti tanpa aku harus mengalami hal ini kembali. Aku masih menunggu… lelaki terbaik untukku.

2 komentar:

Ddee mengatakan...

hehe....personal experience neh?
Tapi dibalik doank characternya?

- HQ - kiko - mengatakan...

keh keh keh tau aja! ^_^!
nggak....
ngarang kok...:p
(ngeles mode)